Pages

Friday, October 10, 2014

Cerpen ampere

Pandangan Pertama saat Hujan tiba
Hari ini, Sang surya mengawali dunia dengan senyuman. Ditemani dengan suara burung-burung yang bernyanyi dan angin yang berhembus pelan membuat dahan-dahan dan pohon kelapa yang ada di desa ini melambai-lambai seperti memanggil sesuatu. Begitulah suasana pagi hari di desa Adi Makmur yang begitu asri nan sejuk itu. Sama seperti suasana hati gadis yang berambut panjang berwarna hitam pekat.  Gadis itu sedang duduk di balkon rumahnya sambil menikmati  suasana di desanya. Lalu, hatinya merasakan dan telinganya mendengar dari kejauhan seorang anak kecil sedang bermain ayunan ditemani oleh kedua orang tuanya.  Dia teringat dan tersenyum membayangkan masa kecilnya dulu bersama kedua orang tuanya.  Saat dimana dia bermain dan  tertawa dengan polosnya,  menikmati indahnya dunia tanpa masalah hidup yang menimpa. Ketika gadis yang bernama  Yemi sedang melamun, tiba-tiba  ia kaget ada suara yang memanggil Yemi.
“Yemi, Kamu dimana nak?” sahut sang Nenek dengan nada khawatir karena sejak tadi anak yang bernama Yemi Larasati tidak ada di kamar.
“Yemi disini Nek. Di balkon samping rumah!” jawab Yemi yang mendengar pertanyaan neneknya itu.
“Ya Tuhan, Nenek mencarimu sejak tadi nak. Nenek kira kamu masih tidur, tapi ketika nenek ke kamarmu malah kamu tidak ada disana!” ucap nenek yang sering dipanggil nenek Lati itu.
“Yemi bosan di kamar nek, Yemi ingin pergi jalan-jalan keluar tapi pasti nenek tidak mengijinkan.” balas Yemi dengan perasaan sedih.
“Yemi sayang, bukannya nenek tidak mengijinkan Yemi, tapi Yemi butuh istirahat. Yemi kan masih sakit.” Ujar nenek Lati menasehati Yemi dengan lembut.
“Oh ayolah nek, Yemi udah sembuh kok, lihat ini! Badan Yemi juga udah sehat kan!” bujuk gadis manis itu.
“Benarkah? Tapi nenek masih khawatir dengan keadaan Yemi. Badan Yemi juga masih panas, Nak!” elak sang nenek.
“Tapi nek, Yemi bosan tidur terus di kamar.  Yemi ingin keluar, ingin bermain ayunan sama nenek! Kalo nenek nggak ngijinin, pokoknya Yemi nggak mau minum obat!” ujar Yemi.
“Anak ini! Nenek selalu tidak bisa melarang Yemi, padahal ini kan demi kebaikan Yemi. Ya sudah ayo Yemi mainan ayunan sama Nenek.” Ucap Nenek akhirnya, karena pasti akan selalu kalah berdebat dengan cucunya itu.
“Horeee.. Nenek itu nenek paling baik sedunia. Yemi sayang banget sama Nenek!” Jawab Yemi senang sambil mencium pipi neneknya.
“Cucu nenek ini paling pintar membujuk, maka dari itu nenek tidak bisa menolak keinginan cucu nenek paling cantik ini!” ujar nenek Lati diakhiri dengan tawa bersama Yemi.
Selanjutnya, nenek dan cucu itu pergi ke ayunan yang bergantung di pohon dekat kolam. Nenek Lati dengan setia menuntun sang cucu ke tempat yang dia inginkan. Satu hal yang kalian tidak tahu, bahwa gadis berhidung mancung dan berkulit putih bersih ini tidak dapat melihat indahnya dunia disekitar. Dia hanya bisa merasakan keadaan dan hanya bisa mendengarnya. Gadis itu mengalami kecelakaan maut yang menyebabkan  dia kehilangan sepasang mata indahnya juga kedua orang tuanya. Sepasang mata yang dia miliki hilang akibat kecelakaan 5 bulan lalu. Kecelakaan itu  telah merenggut nyawa kedua orang yang sangat berharga dalam hidupnya. Yemi  begitu terpukul karena kehilangan kedua orang yang selalu menyayangi, mencintai, mengerti dan memanjakan Yemi bak ratu di hidup mereka. Namun kedua orang tuanya harus meninggalkan Yemi  sendirian di dunia yang kejam ini. Masih terekam jelas di memori ingatan Yemi, Ayah dan Ibunya yang selalu memperhatikan dan menuruti semua keinginannya yang terkadang menjengkelkan hati banyak orang tua. Yemi baru menyadari bahwa dulu dia bukanlah gadis yang baik, dulu dia adalah gadis sombong, keras kepala, dan sangat manja. Yemi masih ingat betul kejadian beberapa bulan lalu sebelum kedua orang tuanya meninggal. Saat itu dia masih menjadi mahasiswa baru di kampusnya.
“Ayah, Yemi minta dibelikan mobil baru yah. Mobil Yemi yang kemarin udah buluk. Temen-temen Yemi mobilnya juga baru-baru semua!” pinta Yemi.
“ Mobil yang Ayah belikan kemarin kan masih bagus, Nak. Atau mobil Ayah saja yang Yemi pakai. Mobil Ayah juga masih bagus Nak.” ucap Ayah Yemi dengan bijaksana.
“Apa? Mobil Yemi masih bagus? Ayah jangan bercanda! Pokoknya Yemi mau dibelikan mobil baru. Kalau tidak, Yemi nggak mau ikut Ayah sama Ibu ke rumah nenek Lati ! Yemi juga nggak mau nerusin kuliah Yemi! Yemi mau putus sekolah aja!” ancam gadis yang masih berusia 18 tahun itu.
“Jangan begitu sayang. Nenek Lati kan hanya tinggal sendiri di desa. Nenek bilang nenek juga merindukan Yemi. Nenek ingin bertemu Yemi makanya kita disuruh mengunjungi rumah Nenek akhir pekan ini. Yemi juga harus tetap sekolah dong. Kan itu juga demi masa depan Yemi juga. Ya sudah, bulan depan Ayah belikan mobil baru buat Yemi. Tapi Yemi janji harus menyelesaikan kuliah dan sering mengunjungi Nenek!”jawab Ayah Yemi dengan nada yang dibuat selembut mungkin.
“Siap bos!” ujar Yemi sambil tersenyum dan mengacungkan kedua jempolnya.

Terkadang ingatan itu membuatnya rindu kepada kedua orang tuanya itu. Seandainya waktu dapat diulang, mungkin Yemi akan menjadi orang pertama yang melakukannya. Dia sangat ingin minta maaf kepada Ayah Bundanya serta ingin memperbaiki sifatnya yang terlewat batas itu. Pernah suatu hari dia membohongi Bundanya hanya untuk mendapat uang demi memberi kado helm sport  yang harganya tidak murah kesukaan sang pacar.
“Bun, temen Yemi ada yang dapat musibah. Rumahnya baru kebakaran, Bun. Kasian dia nggak punya apa-apa lagi. Rencananya Yemi mau ngasih dia uang buat bantu mereka!” kata Yemi  bohong sambil menghampiri Bunda Rachel yang sedang menonton tv di ruang keluarga.
“Astagfirullohhaladzim nak. Ibu turut berduka atas musibah yang menimpa temanmu itu. Siapa namanya? Dimana alamat rumahnya? Kalau begitu Bunda juga ingin kasih untuk anak itu! Ucap sang bunda dengan nada khawatir.
“Eh anu Bun. Namanya eh nama.. namanya Sherlin. Iya Sherlin! Jawab Yemi terbata-bata karena bingung.
“Alamatnya?” Tanya Bunda Rachel.
“Ah alamat? Alamatnya di.. di anu di Jalan Merbabu Jakarta Timur itu loh yang kemarin masuk berita.” Ucap Yemi yang lagi-lagi berbohong.
“Oh itu. Yang kemarin masuk Koran itu ya? Boleh Bunda ketemu langsung sama teman Yemi itu? Ujar sang Bunda
“Jangan Bun! Jangan! Sherlin nggak mau ketemu orang lain selain temannya. Lagi pula sekarang Sherlin juga lagi di Rumah Tantenya di Jogja!” Larang Yemi.
“Benarkah?  Baiklah! Ini uangnya! Bunda kasih segini dulu nanti sisanya Bunda transfer ke rekening Yemi! Bunda titip salam buat teman Yemi ya?” ujar Bunda Rachel.
“Iya Bun. Makasih  banget ya Bun! Iya pastinya nanti Yemi bakal sampein salam  deh buat Sherlin!” jawab Yemi senang sambil memeluk Bundanya.
Namun sekarang apa, bahkan Aldo sang pacar yang sudah menjalin hubungan dengan Yemi sejak kelas 3 SMP bahkan tidak mau bertemu dengan Yemi lagi karena gadis itu buta. Waktu itu, dia pernah pergi ke rumah Aldo ketika Yemi masih di Jakarta. Dia ingin menemui sang pacar karena sejak dia kecelakaan 1 bulan lalu, sejak Yemi kehilangan hamper setengah kekayaannya karena usaha sang Ayah yang tiba-tiba bangkrut, Aldo tidak pernah lagi ke rumahnya. Biasanya, setiap Sabtu Aldo selalu datang dan mengajak jalan-jalan. Tapi sekarang, bahkan menghubungi Yemi pun tidak.
Ketika sampai di rumah Aldo Yemi langsung turun dari mobilnya dibantu oleh supir pribadinya. Dia langsung mengetuk pintu. Dan seseorang diseberang sana membukakan pintu untuk Yemi.
“Siapa ya?” ucap seorang laki-laki pemilik rumah itu.
“Aldo? Apa itu kamu Love?” jawab Yemi dengan panggilan kesayangannya kepada Aldo.
“Oh kamu! Iya ini aku. Memang kenapa? Dan untuk apa kamu ke rumahku?” ucap Aldo ketus.
“Kamu kok gitu Love? Iya ini aku Yemi. Aku cuma kangen aja sama pacarku. Kamu kok nggak pernah ngubungin aku lagi sih? Tanya Yemi penasaran karena perubahan sikap kekasihnya itu.
“Oh ya. Aku lupa! Kita masih pacaran ya? Kalo gitu mulai sekarang kita putus!” jawab Aldo dengan santainya.
“Apa? Putus? Kamu nggak bercanda kan Love? Kita pacaran juga udah lama banget masa dengan entengnya kamu bilang gitu Love! Kamu udah nggak cinta lagi sama aku?” ucap Yemi tidak trima dengan jawaban Aldo.
“Yemi Larasati! Dengar ya! Mana ada coba orang yang mau pacaran sama cewek buta miskin kaya kamu! Eh belum miskin sih, tapi sebentar lagi pasti akan! Kamu tahu nggak? Sebenernya aku tuh cintanya sama uang kamu doang! Bukan sama kamu! Jadi kalo sekarang kamu udah miskin aku udah nggak cinta lagi sama kamu! Oh ya, jangan panggil aku Love lagi! Sekarang aku bukan pacar kamu lagi dan aku juga udah punya cewek yang lebih cantik dan terutama nggak buta kaya kamu! Jangan temui aku lagi karena jujur aku udah jijik sama kamu! Ucap Aldo dengan arogannya.
Sementara itu, Yemi yang mendengar itu langsung menangis di depan Aldo dan berkata,
“Apa sebenarnya kamu seburuk itu? Dan bodohnya aku baru tahu saat ini! Selama ini kamu baik banget sama aku sampe aku ngira kamu cinta ke aku sama kaya aku yang cinta banget sama kamu! Jadi semua persepsiku tentang kamu selama ini salah! Jadi semua yang kamu lakuin sama aku cuma pura-pura dan demi uang! Aku nggak sadar itu karena memang benar cinta itu membutakan segalanya! Tapi mulai sekarang aku tahu kebusukan kamu Do! Mulai sekarang aku pergi dan nggak bakal nemuin kamu lagi! Tapi sebelum aku pergi aku mau ngucapin makasih udah hadir dalam hidupku, udah mengajariku tentang apa itu cinta, tentang warna-warni kehidupan cinta, dan tentang pahit manis cinta. Dan yang paling kamu ajarin sama aku, makasih banget untuk luka yang kamu kasih! Itu nggak bakal aku lupain seumur hidup aku! Ucap Yemi pergi dengan berlinang air mata di pipinya.
Aldo hanya memandang kepergian Yemi dengan senyuman sinis dan tentunya senyuman kelicikan.
Dan begitulah kehidupan Yemi sekarang. Dijauhi oleh pacarnya bahkan teman-temannya di kampus juga tidak mau bertemu Yemi lagi. Itu berakibat Yemi tidak mau meneruskan kuliah dan pindah ke rumah neneknya yang ada di Jogjakrta. Disana dia tidak memiliki teman dan hanya dengan neneknya saja dia tinggal. Yemi sengaja mengasingkan diri dan menarik diri dari lingkungan karena malu dengan keadaannya.
Tapi itu tidak berlangsung lama, setelah beberapa bulan dia terus sendiri Yemi merasa bosan dan mulai mau berbaur dengan lingkungannya. Seperti kemarin saja, dia pergi ke danau dekat rumahnya ditemani seorang bocah berusia 8 tahun yang merupakan anak dari supir pribadinya, Pak Ramdu. Anak laki-laki Pak Ramdu bernama Nathan, Nathan lah selama ini selalu membantu dan menemani Yemi dalam kehidupan sehari-hari. Dia baru mengenal Yemi minggu lalu tetapi dia langsung dapat berteman dengan Yemi karena memang Yemi tidak memiliki teman dan hanya Nathanlah yang mau berteman dengannya.
Saat sedang menikmati udara danau di sore hari, tiba-tiba hujan turun dengan derasnya. Orang-orang yang sedang menikmati pemandangan danau yang indah itu juga berbondong-bondong untuk berteduh. Namun Yemi enggan beranjak dari tempatnya meskipun bajunya basah kuyub.  Nathan yang terus membujuk Yemi untuk berteduh pun tidak dihiraukannya. Dia sangat ingin menikmati udara di danau dengan cara  hujan-hujanan, hal itu menurut Yemi bisa mengobati kesepian hidup yang selama ini dialaminya.
Sementara itu, ada seorang pemuda tampan berusia  19 tahun sedang memperhatikan kelakuan kekanak-kanakan Yemi dari pohon tempat berteduhnya. Dia tersenyum sendiri melihat tingkah gadis cantik itu. Matanya yang tajam bahkan sangat fokus memperhatikan gadis yang sebenarnya tidak dapat melihatnya, seakan gadis itu adalah pemandangan yang paling indah dibandingkan yang lainnya. Dia juga melihat ketika Nathan membujuk Yemi untuk berteduh dengan cara menarik-narik baju yang dipakai Yemi namun Yemi malah memutar-mutarkan tubuhnya seperti anak kecil yang sedang hujan-hujanan. Pemandangan menarik menurut Raka, nama pemuda itu. Bukankah hal yang khonyol saat gadis berusia 18 tahun bertingkah seperti anak-anak sedangkan bocah berusia 8 tahun berperilaku seperti orang dewasa? Itulah yang sejak tadi Raka amati. Hingga pada akhirnya, anak kecil itu menyerah dan membiarkan gadis itu hujan-hujanan sendirian.
Tingkah kekanak-kanakan Yemi ternyata berakibat buruk bagi tubuh gadis itu. Malam harinya, badan Yemi demam. Tentu saja, hal itu membuat nenek Lati khawatir dan cemas. Dia menyuruh Pak Ramdu untuk memanggil dokter di dekat daerah ini. Selang beberapa waktu dokter itu datang memeriksa Yemi. Dokter mengatakan bahwa Yemi hanya demam akibat hujan-hujanan tadi  sore, dokter kemudian memberi Nenek Lati obat untuk diminum oleh Yemi.
Dan begitulah watak Yemi, meskipun suhu badannya masih hangat. Tapi dia tetap keukeuh untuk bermain ayunan disamping rumah. Dia duduk di ayunan, sementara Nenek Lati mengayunkan ayunan itu. Yemi tertawa riang bersama sang nenek, seakan melupakan kejamnya hidup. Kejamnya hidup yang merenggut nyawa kedua orang  tuanya, Kejamnya hidup yang menyebabkan perusahaan ayahnya bangkrut dan membuat kekasihnya meninggalkannya, dan kejamnya hidup yang merampas kedua matanya. Untuk sekarang ini, Yemi ingin melupakan semua itu dan menikmati indahnya hidup yang semula ia abaikan kemarin.
Di lain tempat, Raka enggan beranjak dari tempat tidur, meskipun ibunya terus membangunkan Raka. Hari ini Raka harus pergi ke rumah sakit, namun ternyata pemuda itu memiliki rencana untuk menemui gadis yang kemarin dilihatnya. Oleh sebab itu, dia mencoba menggagalkan rencana sang ibu dengan tetap di tempat tidur meskipun sebenarnya Raka sudah bangun sejak pukul 6 tadi. Dan rencana ibu Raka akhirnya gagal akibat ulah anak semata wayangnya. Sekarang jam menunjuk pukul 10.00, artinya Raka tidak jadi pergi ke rumah sakit karena telat 3 jam dari waktu yang ditentukan. Ibu Resta hanya menggelengkan kepala karena ulah Raka itu, untuk saat ini dia membiarkan Raka tidak ke rumah sakit karena ingin memberi  waktu satu hari saja untuk dihabiskan Raka sebelum di pergi ke Jerman bulan depan.
Hari ini Yemi ingin pergi ke hutan dekat danau itu. Dia mengajak dan membujuk Nathan agar bersedia menemani Yemi. Akhirnya, Yemi berhasil membujuk Nathan dengan sogokan memberikan ipadnya untuk Nathan. Mereka pergi ke hutan pukul 4 sore. Karena terlalu asyik menjelajah hutan, mereka lupa jalan untuk kembali. Hari mulai malam, Yemi dan Nathan belum menemukan jalan untuk keluar dari hutan itu. Mereka berdua menangis karena takut.
“Ehmm.”
“Suara apa itu Than?” Tanya Yemi takut.
“Nathan tidak tahu Kak. Disini gelap Nathan tidak dapat melihatnya!” jawab Nathan sambil menangis.
“Ehmm. Ehmm.”
“Siapa itu? Kumohon jangan makan kami. Tubuh kami tidak enak, alot dan tidak ada dagingnya. Kumohon Hantu! Jangan makan kami, please!” pinta Yemi.
Tiba-tiba terlihat sinar dari bawah kemudian terbang kesana kemari. Ternyata itu adalah kunang-kunang yang sangat indah. Kunang itu menyinari keadaan disekitar. Dan ternyata suara itu adalah suara seorang pemuda tampan yang menghampiri mereka.
“Ka ka kamu siapa?” ucap Nathan yang melihat pemuda itu.
“Hay! Kenalkan aku Raka!” sapa Raka kepada Nathan dan Yemi sambil mengulurkan tangannya.
Namun Nathan dan Yemi malah ketakutan dan memundurkan langkahnya.
“Wow, Tenanglah! Aku manusia sama seperti kalian juga! Jangan takut!” ucap Raka.
“Benarkah?” jawab Nathan ragu namun menjabat tangan Raka selagi memastikan bahwa Raka adalah manusia. “Aku Nathan!”
“Lalu namamu siapa? Tanya Raka tersenyum kepada Yemi sambil mengulurkan tangannya.
Suasana hening beberapa detik karena Yemi tidak menyambut tangan Raka. Dan detik berikutnya tangan Nathan memegang tangan Yemi untuk menjabat tangan Raka.
“Ah aku! Aku Yemi! Yemi Larasati!” jawab Yemi sambil menyunggingkan senyum manisnya. “ Bisakah kau menolongku dengan mengantarkan kami keluar dari hutan ini? Sepertinya kau orang sini maka pastinya kau tau jalan keluarnya!” pinta Yemi.
DEG!
Tiba-tiba saja jantung Raka menambah frekuensi detakannya ketika melihat senyum dan berjabat tangan dengan Yemi. Aliran darahnya pun seperti mengalir lebih cepat. Dan detik ini juga dia tahu bahwa sebenarnya Yemi tidak dapat melihatnya.
“Tentu!” Jawab Raka tanpa melepas jabat tangan mereka.
Dan Raka mengantarkan Yemi serta Nathan ke rumah Neneknya. Tak lupa Nenek Lati mengucapkan terima kasih kepada Raka karena mau mengantarkan cucunya. Selanjutnya, Raka pamit pulang karena pasti ayah dan ibunya mencari Raka. Namun, Yemi lupa menanyakan satu hal pada Raka. Darimana Raka tahu tempat tinggalnya?
Keesokan harinya pagi pagi sekali Raka pergi ke rumah Yemi. Tujuannya agar ia tidak pergi ke rumah sakit karena hari ini dia ingin mengenal lebih dekat Yemi. Setibanya di rumah Yemi, Raka duduk di ayunan dan menunggu Yemi dan Neneknya bangun. Setelah 2 jam menunggu akhirnya Yemi keluar dari rumahnya bersama Nenek Lati. Nenek Lati yang melihat Raka disana terkejut.
“Pagi nek!Pagi Yemi!” sapa Raka sambil tersenyum.
“Sejak kapan kamu disini Nak Raka?” Tanya nenek lati
“Baru beberapa menit tadi nek! Raka ingin mengajak Yemi jalan-jalan, boleh kan nek?” rayu Raka.
“Benarkah kau mau mengajakku jalan-jalan? Aku mau! Boleh ya nek, Please! Bujuk Yemi
“Emm, baiklah. Kebetulan Raka orang sini, dia pasti tahu jalan dan tempat indah di sekitar sini! Ujar Nenek
Raka kemudian menuntun Yemi untuk berjalan. Dia memegang tangan Yemi untuk membantu Yemi, mereka bercanda dan bercerita. Entah mengapa, antara Yemi dan Raka mudah sekali akrab satu sama lain. Raka mengajak Yemi pergi ke danau waktu itu.
“Masih ingat ketika hujan-hujanan?” ledek Raka.
“Kamu tahu? Aish, darimana kau tahu? Menyebalkan! Apa selama ini kau menguntitku?” balas Yemi penuh selidik.
“Bisa dibilang begitu! Kau  begitu menarik untuk diuntiti Yemi! Haha.” Jawab Raka diakhiri tawa bersama Yemi.
“Kau tidak malu berjalan dengan wanita buta sepertiku?” Tanya Yemi tiba-tiba.
“Kenapa malu  berjalan dengan wanita cantik!” goda Raka.
“Aku serius Raka!” jawab Yemi sebal karena sejak tadi Raka selalu bercanda ketika Yemi member pertanyaan yang serius.
“Aku juga serius Yemi!” elak Raka diakhiri senyuman manis, tapi tetap saja Yemi tidak dapat melihat senyuman itu.
Jawaban Raka sukses membuat wajah Yemi seperti kepiting rebus.
Dan jam berubah menjadi hari, Hari berubah menjadi minggu. Dan seiring berjalannya waktu dimana ada Yemi pasti disitu ada Raka. Raka selalu menemani Yemi berjalan-jalan. Terkadang  jika hari libur dan sore hari Nathan juga menemani mereka. Hingga pada suatu hari, ketika Yemi dan Raka pergi ke hutan yang kemarin Raka menyampaikan sesuatu yang membuat Yemi penasaran.
“Yemi, Apa kau percaya tentang cinta pada pandangan pertama?” Tanya Raka.
“Entahlah! Sejak seseorang mengajariku tentang cinta kemudian dia mengajariku tentang luka aku jadi tidak percaya dengan cinta!” jawab Yemi membayangkan bagaimana masa lalunya.
“Kalau begitu, Aku akan kembali mengingatkanmu tentang indahnya cinta. Dan akan membuatmu kembali percaya tentang cinta. Dan satu hal lagi, jika nanti kau percaya akan adanya cinta namun cinta itu kembali mengingatkanmu tentang luka kumohon tetaplah percaya tentang cinta!” ucap Raka menatap dalam manic mata Yemi.
“Maksudmu? Jangan berbicara hal yang tidak kumengerti Raka!” jawab Yemi.
“Untuk saat ini kau terlalu bodoh mengertinya, Tapi mungkin suatu saat nanti saat aku tak disini baru kau mengerti!” ucap Raka sambil bercanda.
“Kurangajar! Kau menyebutku bodoh! Tapi untuk kalimat terakhir yang kau ucapkan aku tidak suka! Jangan mengulangi kata-kata itu lagi atau jangan-jangan kau mau meninggalkanku?” Tanya Yemi.
“Mungkin nanti ragaku akan meninggalkanmu. Tapi percayalah bahwa jiwaku selalu bersamamu kemanapun kamu pergi Yemi! Aku berjanji itu!” ucap Raka serius.
“Jangan katakana seperti itu lagi Raka! Aku tidak  menyukainya! Dan jangan membuat suatu janji karena jika kau tidak dapat menepatinya janji itu akan terus mengikat orang yang kau beri janji !” ucap Yemi dengan mata berkaca-kaca.
“Maafkan aku Yemi. Tapi aku ingin kau bisa melihat meskipun aku tidak ada di dekatmu dan merasakanku nanti melalui hatimu!” ucap Raka dalam hatinya.
Kemudian Yemi mengajak Raka pulang. Namun, sebelum pulang Raka member Yemi sebuah kalung yang bertuliskan eye. Apa arti kata itu, Kata Rakalah yang tahu.

Hari ini Yemi gelisah, bingung, kecewa, sedih,marah entah apa lagi yang dapat menggambarkan suasana hatinya. Alasannya tidak lain tidak bukan yaitu Raka. Hari ini pemuda itu tidak datang ke rumah Yemi entah karena apa. Padahal hari ini Yemi sengaja berdandan dan memakai pakaian yang menurutnya paling bagus. Dia juga menyuruh Nenek Lati untuk mendadani Yemi supaya nanti ketika Raka melihatnya Raka akan mengatakan bahwa hari ini Yemi tampil beda dan lebih cantik. Tapi kenyataannya, Raka tidak datang ke rumahnya padahal hari ini sudah malam hari.
Dan hari ini hari kedua Raka tidak datang ke rumah Yemi. Padahal banyak sekali hal yang ingin Yemi ceritakan pada Raka. Salah satunya adalah berita gembira bahwa ada seseorang yang akan mendonorkan matanya untuk Yemi. Dan orang pertama yang ingin Yemi tlihat adalah Raka. Namun, pada kenyataannya Raka tetap tidak datang ke rumahnya sampai saat ini.
Satu minggu berlalu, dan hari ini Yemi menjalani operasi matanya. Dia masih berharap Raka datang menemuinya, memberikan semangat, memberikan doa, dan menunggu Yemi sampai selesai operasi. Tetapi sampai Yemi masuk ruang operasi Raka tidak datang, na\mun Yemi masih pada pendiriannya bahwa Raka pasti akan menemaninya seperti apa yang dia janjikan kemarin. Dia percaya akan janji yang Raka ucapkan. Sementara itu, diluar ruangan ada Nenek Lati, Nathan, Pak Ramdu, Ibu Rachel yang menunggu dengan khawatir.
Akhirnya setelah melewati rangkaian operasi itu selesai dan berjalan sukses.  Yemi dipindahkan ke ruang icu untuk menunggu Yemi siuman.
 Sementra di tempat pemakaman, ada batu nisan bertuliskan nama Raka Raditya Fernanda. Banyak tamu yang datang dan melayat ke sana. Dan hari ini, langitpun sepertinya ikut berduka hingga meneteskan air dalam bentuk hujan. Disana, Ibu Rachel tak henti-hentinya menangis. Dia juga berkata
“Ibu sudah melakukan apa yang Raka inginkan. Ibu sudah mengiklaskan Raka, Ibu juga sudah mengabulkan keinginan Raka. Dan Raka tahu, Hari ini Yemi akan dapat melihat lagi. Raka pasti senang disana. Tapi Yemi mengatakan pada ibu kalau orang yang ingin dia lihat pertama kali yaitu kamu nak!” ucap sang ibu dengan berlinang air mata.
Di rumah sakit, semua orang yang ada di ruangan ini mengucapkan doa. Wajah-wajah mereka terlihat begitu tegang menyaksikan pelepasan perban mata yang ada di wajah yemi.Dan dokter berkata, “Jangan langsung membuka matamu. Pada hitungan dari 3 sampai 1 buka matamu secara perlahan ya?”
Yemi menganggukan wajahnya dengan mantap. Dan tepat pada hitungan ke 1 Yemi membuka perlahan matanya. Dilihatnya ruangan ini, ada nenek, Nathan,dan Pak ramdu disana. Tapi dimana raka? Tanya yemi pada neneknya.  Hanya tangisan yang yemi dapatkan.
“Jadi kau disini, Bodoh! Membuat keputusan sepihak tanpa memperdulikan aku! Kau pikir kau hebat! Kau pikir kau siapa ! Dimana janjimu yang kau ucapkan kemarin! Bukankah sudah kukatakan, Aku tidak suka kau mengatakan janji itu!Tapi kau tetap mengatakannya bahkan kau menepatinya! Kau pikir aku menyukainya! Tidak Raka! Aku tidak suka! Kumohon Raka, kembalilah kesini! Jangan tinggalkan aku sendirian lagi! Aku benci sendiri! Kau tak mendengarku ha! Kau tak mendengarku sekalipun aku mengatakan ini! Aku percaya apa itu cinta! Aku percaya cinta pandangan pertama! Dan aku mencintaimu Raka! AKU MENCINTAIMU! ” ucap Yemi menangis tanpa henti di depan makam Raka.
Dan seperti awal pertemuan mereka, hujan turun dengan  begitu derasnya. Seakan alam pun ikut menangis menyaksikan kedua manusia itu.


 Karya : Yuni Dwi Lestari

 Dibuat 11 oktober 2014





















0 comments:

:) :( ;) :D ;;-) :-/ :x :P :-* =(( :-O X( :7 B-) :-S #:-S 7:) :(( :)) :| /:) =)) O:-) :-B =; :-c :)] ~X( :-h :-t 8-7 I-) 8-| L-) :-a :-$ [-( :O) 8-} 2:-P (:| =P~ :-? #-o =D7 :-SS @-) :^o :-w 7:P 2):) X_X :!! \m/ :-q :-bd ^#(^ :ar!

Post a Comment