Susuh Kinjeng Wesi gawe Rusuh
Oleh Muhammad Zidni Naf'an
Pembangunan
Insfrastuktur untuk kepentingan public adalah
narasi pemerintah atas nama kepentingan masyarakat luas. Konsepsi
pembangunan memberikan berbagai masalah pro dan kontra dan sering di temukannya
fenomena yang khas, antara lain kesenjangan, kemiskinan, pengelolaan public
good yang tidak tepat.
Pembangunan
bandara ini menunai berbagai kontra di
kalangan masyarakat sekitar bandara. Khususnya di Kabupaten Kulon Progo
tepatnya di Kecamatan Temon Desa Glagah. Kulon Progo sendiri merupakan
Kabupaten yang terletak di wilayah sisi barat Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta Kulon Progo merupakan Kabupaten yang gemah ripah loh jinawi dan
sekitar 30 % luas wilayahnya adalah sawah yang subur. Namun tanah yang subur
dan panen yang melimpah sebentar lagi hanya akan tinggal cerita. Apalagi
setelah Presiden Joko Widodo menjadikan pariwisata sebagai leading sector.
Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta semakin ngotot untuk membangun bandara
baru dengan dalih mendukung 10 program destinasi pariwisata prioritas termasuk
Candi Borobudur. Hal tersebut mengacu pada SK nomor 1164 tahun 2013 yang di
keluarkan oleh Menteri perhubungan tentang penetapan lokasi bandara baru di
Kulon Progo yang kemudian di susul SK dengan nomor 836 tahun 2014 yang berisi
perubahan atas keputusan Menteri Perhubungan nomor 1164 tahun 2013 tentang
penetapan lokasi bandara baru di Kabupaten Kulon Progo Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta. Ditambah lagi dengan pengumuman yang di keluarakan oleh Gubernur
sekaligus Raja Keraton Yogyakarta nomor 593/3145 yang memperkuat dan mempejelas
tentang pembangunan bandara baru.
Pembangunan
bandara ini seharusnya bisa mensejahterakan masyarakat namun dalam hal ini yang
penulis lihat dalam film justru malah sebaliknya. Dengan adanya pembangunan
bandara ini banyak masyarakat dalam hal ini petani yang menjadi resah dan
gelisah karena lahan mereka akan di gusur guna pembangunan bandara tersebut.
Tidak hanya warga para akademisi pun diselimuti kegundahan atas rencana
pembangunan bandara ini. Mengacu pada data Badan Nasional Penanggulanagan
Bencana yang menjelaskan daerah Kabupaten Kulon Progo berada di bibir pantai
selatan Jawa yang mana lokasi bandara baru dianggap rawan bencana. Dalam master
plan penanganan tsunami daerah Kulon Progo termasuk daerah yang beresiko
terkena bencana tsunami. Namun pemerintah seoalah diam dan tetap pada
pendiriannya yaitu membangun bandara baru. Pemerintah disini sangat diuntungkan
dengan adanya pembangunan bandara karena pendapatan daerah meningkat tidak
hanya itu investasi juga meningkat dari sektor swasta maupun sektor asing yaitu
pembangunan infrastuktur lainnya disekitar bandara.
Setiap kebijakan
termasuk infrastuktur publik selalu memliki sasaran manfaat. Namun kenyataan
juga seringkali memakan korban. Jelas sekali terlihat dalam hal ini bahwa
masyarakat khusunya petani dirugikan oleh adanya pembangunan bandara baru.
Seharusnya petani bisa menikmati hasil dari panennya akan tetapi karena adanya
pembangunan, lahan yang ditanami berbagai macam tanaman dimusnakah karena lahan
tersebut harus digusur. Hal ini yang membuat petani menolak dengan adanya
pembangunan bandara, karena bagi petani bercocok tanam adalah mata pencarian
mereka. Kondisi seperti ini membuat masyarakat petani menjadi kesulitan, dalam
hal ini kesulitan yang dimaksud adalah memulai kehidupan baru setelah tanah
mereka digusur apakah akan memulai bercocok tanam lagi di lahan yang baru atau
beralih mencari mata pencarian yang baru. Keterbatasan pendidikan bagi para petani
yang rata-rata hanya sebatas pendidikan menengah pertama atau mungkin bahkan
tidak sekolah menjadi permasalahan bagi para petani tidak hanya itu jika
nantinya akan bercocok tanam lagi hasil yang didapat pun tidak akan sama
seperti dulu karena kondisi geofrafis yang sudah berbeda.
Setiap kebijakan
pasti akan pasti memberikan dampak, baik dampak positif maupun dampak negatif
dan setiap kebijakan akan berdampak kepada kehidupan sosial, budaya, politik,
dan ekonomi yang terkena kebijakan tersebut. Protes warga Bantul perlawanan
warga Gunung Kidul serta penolakan warga Kulon Progo merupakan terhadap
kebijakan tersebut yang mana penolaka tersebut tak mampu mengubah rencana
bandara baru tetap dibangun di tanah leluhur. Dalam hal ini penulis memberikan
solusi agar pemerintah dapat terbuka dalam membuat sesuatu kebijakan. Kalo saja
pemerintah dapat terbuka dan direncanakan serta dibicarakan sejak awal kemudian
didialogkan opsi perencanaan pembangunan matang dan implikasinya sudah
terencana tentu akan ada proses antisipasi bagaimana pembangunan ini tidak
membuat kerugian bagi masyarakat khususnya petani.
Pembangunan
ini diharapkan mampu mensejahterakan masyarakat bukan pembangunan yang menjadi
alat untuk memperbanyak keuntungan pemerintah. Pembangunan yang diharapkan
mujur malah menjadi ajur. Pembangunan yang diharapkan maju malah menjadi
mundur. Riuh, ricuh, dan rusuh “Susuh Kinjeng Wesi gawe Rusuh”